Diduga Ada Pembiaran, Mobil Sama Terus Antre Solar di SPBU Marisa

SPBU Marisa, Foto: Vanda Waraga (Faktakata.id)
banner 468x60

FAKTAKATA.ID, POHUWATO — Pengisian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Marisa kembali menuai sorotan. Mekanisme antrean dan distribusi di lokasi tersebut dipertanyakan publik karena dinilai tidak transparan serta berpotensi melanggar ketentuan distribusi resmi dari sektor hilir migas.

Seorang narasumber berinisial VD menyampaikan, antrean kendaraan di SPBU Marisa setiap hari cenderung didominasi oleh mobil ekspedisi yang sama. Ia menilai, hal itu mengindikasikan lemahnya pengawasan di lapangan.

“Kendaraan yang antre hampir tidak pernah berganti. Padahal aturan jelas menyebutkan bahwa satu kendaraan hanya bisa mengisi ulang setelah enam jam. Tapi di sini seperti ada pembiaran,” ucap VD, Sabtu (18/10/2025).

Ia menambahkan, praktik semacam itu membuat kendaraan lain kesulitan mendapatkan solar.

“Kalau sistemnya seperti ini, yang diuntungkan hanya pihak tertentu. Mestinya SPBU bersikap adil dan profesional dalam melayani semua konsumen,” imbuh VD.

Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2023 tentang tata cara penyaluran jenis BBM tertentu, penyaluran solar bersubsidi wajib tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat volume.

Aturan ini ditegaskan pula dalam Surat Edaran BPH Migas Nomor 3865/Ka.BPH/2022, yang menetapkan bahwa kendaraan hanya boleh melakukan pengisian kembali setelah jeda enam jam untuk mencegah pengisian berulang.

Jika aturan ini diabaikan, maka pengelola SPBU berisiko melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengatur sanksi atas penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi.

Dugaan pelanggaran ini juga memperlihatkan lemahnya penerapan sistem MyPertamina, yang sejatinya dirancang untuk mencegah manipulasi data di lapangan.

“Kalau sistem digital itu benar-benar berjalan, kejadian seperti ini tidak mungkin terjadi,” ujar VD menegaskan.

Publik kini mendesak BPH Migas dan Dinas ESDM Provinsi Gorontalo untuk melakukan audit lapangan di SPBU Marisa.

Evaluasi dianggap penting agar semua SPBU di wilayah Pohuwato patuh pada regulasi penyaluran BBM bersubsidi, terutama terkait batas waktu pengisian dan pemerataan distribusi bagi pelaku usaha transportasi maupun ekspedisi.

Transparansi data kendaraan pengguna solar bersubsidi juga menjadi kebutuhan mendesak. Tanpa pengawasan ketat, potensi penimbunan dan penyalahgunaan subsidi akan terus berulang.

“Masalah ini bukan sekadar teknis, tapi menyangkut keadilan sosial. Kalau dibiarkan, yang kecil akan terus kalah oleh yang punya akses lebih besar,” ungkap VD menutup pernyataannya.

Kebijakan subsidi energi sejatinya merupakan bentuk tanggung jawab negara untuk menjamin keseimbangan ekonomi rakyat. Prinsip tersebut sejalan dengan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan bahwa kekayaan alam dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Apabila kebijakan itu justru menciptakan ketimpangan, maka nilai keadilannya hilang.

SPBU sebagai ujung layanan publik seharusnya menjunjung transparansi, profesionalitas, dan etika pelayanan. Penyimpangan terhadap mekanisme subsidi bukan hanya persoalan hukum, tetapi juga persoalan moral dalam tata kelola energi nasional.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak manajemen SPBU Marisa belum memberikan tanggapan resmi atas sorotan publik. Masyarakat berharap, pihak pengelola segera memberikan klarifikasi terbuka agar kepercayaan publik terhadap pelayanan subsidi energi tetap terjaga. (*)

Penulis: Vanda Waraga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *